Nabi Muhammad Saw. bersabda dalam sebuah haditsnya :
الإيمان عريان، ولباسه التقوى، وزينته الحياء
"Iman itu telanjang, sementara pakaiannya adalah taqwa, dan perhiasannya adalah malu"
Hadits ini menegaskan tentang totalitas Islam yang banyak diungkapkan dalam berbagai hadits, yakni iman atau keyakinan terhadap rukun iman yang enam, kemudian taqwa yang merupakan manifestasi dari Islam atau sebagai bentuk beribadatan (ritual) terhadap keyakinan diatas, dan malu (haya) sebagai manifestasi dari sikap dasar ihsan atau akhlak.
"Iman itu telanjang"
Mengapa iman dikatakan "telanjang", karena iman hanya merupakan "modal" dasar hidup yang diberikan Allah kepada setiap manusia sejak dilahirkan, ditandai dengan masih telanjangnya bayi yang baru dilahirkan ke muka bumi, dan kedua orang tuanyalah yang mungkin memberinya "pakaian" yang lain, apakah pakaian nasroni, yahudi atau majusi/ Adapun pakaian fitrah Islam sudah terdapat dalam "tempat perbekalan" yang dibawa oleh bayi itu. Sebagaimana Sabda Nabi Saw dalam sebuah haditsnya :
كل مولود يولد على الفطرة فأبواه أن يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه
"Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam). Kedua orang tuanya lah yang menjadi sebab dia yahudi, nasroni atau majusi"
Suatu modal belum bisa dikatakan untung atau rugi kalau belum dijalankan atau dikelola, maka untuk mendapatkan keuntungan yang banyak maka perlu dikelola dengan baik, kalau tidak maka modal bukan sekedar tetap melainkan berkurang bahkan habis alias bangkrut. Karena pada diri setiap manusia ada pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis yang keduanya berjalan sesuai cara pendidikan, bisa seiring bisa pula salah satunya lebih cepat atau lebih lambat, artinya pertubuhan badan dengan perkembangan kedewaaannya berjalan seiring, adapula yang tumbuh lebih cepat tetapi kedewasaannya lebih lambat atau bahkan sebaliknya, maka di sanalah bisa timbul sebutan normal atau tidak normal. Dengan kata lain, seorang anak yang masih muda belia, maka tingkatan iman dan kedewasaannya pun masih muda, meskipun adapula anak yang sudah memiliki iman atau kedewasaan laksana orang tua. Sebaliknya orang tua yang sepadan dengan usianya memiliki keimana dan kedewasaan sebagaimana layaknya orang tua, namun adapula orang yang dengan usia yang sudah tua ternyata memiliki iman dan kedewasaan seperti anak-anak. Disanalah letak pentingnya pendidikan khususnya pendidikan agama, baik di sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat. Sejalan dengan itu ada sebuah pepatah mengatakan :
خير الشباب من تشابه بشيوخكم وشر الشيوخ من تشابه بشبابكم "Sebaik-baiknya anak muda adalah yang menyerupai orang tua (dalam hal kedewasaan), dan sejelek-jeleknya orang tua adalah orang yang menyerupai nanak-anak (kekanak-kanakan)"
"Pakaiannya adalah Taqwa"
Artinya itu iman perlu diberi pakaian yakni "taqwa", sebab tanpa taqwa iman seseorang tidak bisa kelihatan. Iman adalah keyakinan dalam hati yang tertanam di dalam jiwa sebagai "pondasi", sementara taqwa adalah amal iman yang tersimpan dalam lahir sebagai "bangunan" yang berdiri diatas podasi itu, seperti sholat, zakat, puasa, haji dan lain-lain. Jadi, bangunan amal ibadah seseorang menjadi bukti pondasi keimanan seseorang. Itulah sebabnya mengapa pondasi (iman) tidak kelihatan tanpa bangunan taqwa amal ibadah, demikian pula sebaliknya sebuah amal ibadah tidak akan berdiri kokoh tanpa pondasi iman.
"Perhiasannya adalah Malu"
Selanjutnya, pakaian yang kita pakai tentu saja tidak ingin sekedar pakaian yang menyelimuti badan, tapi pakaian yang bagus dan mahal harganya. Demikian pula bangunan tidak se
kedar bangunan yang berdiri diatas pondasi, namun kita menginginkan bangunan yang bangus dan megah tentu saja mahal pula harganya. Maka, sebuah amal akan memiliki harga mahal kalau terjaga kualitasnya. Itulah sebabnya sebuah amal jangan sekedar dikerjakan atau asal-asalan. Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas amal seseorang harus memiliki sikap "malu" (al-Haya). Kalau seseorang malu mengenakan pakaian yang jelek dan murah harganya, dan malu kalau memiliki rumah yang jelek dan kumuh, mengapa kita tidak malu memiliki amal yang jelek dan tidak berkualitas ? Kalau kita tidak malu karena tidak memiliki prestasi dan amal yang berkualitas sama artinya kita tidak malu mengenakan pakaian penuh tambal atau compang camping atau tinggal di ebuah rumah yang reyot bahkan di kolong jembatan.
Wallahu A'lam.Ahmad Zainuri,S.Pd.I.,M.Pd.I







